Sesederhana Karya


Sumber foto : Koleksi pribadi Andi Zuhaerini

Halo semua, di hari sumpah pemuda ini, sama seperti mereka anak muda lainnya yang sedang bereforia, saya pun ingin membagi segenap cerita. Ini langkah kecilku. 2 tahun lalu saat mengerjakan tugas akhir perkuliahan, sebut saja itu skripsi. Bukan mudah untuk menyelesaikannya, sama seperti mahasiswa lainnya juga. Mengawali niat saat itu bukan cuma sekedar ingin menyelesaikan skripsi, akan tetapi ingin membuat sebuah karya yang berarti, bermakna, punya esensi. Sesederhana itu.


Mengapa ingin membuat skripsi yang tidak sekedarnya saja? Kan cuma tugas kuliah kan? Sempat berpikir demikian juga. Hanya saja, saat itu seperti ada yang berkecamuk di dalam dada bila skripsi ini hanya saya kerjakan sekedarnya saja, tepatnya cuma sebagai formalitas belaka.

Akhirnya setelah merenungi ini berhari-hari, i got one point. Yaa saya tahu apa yang diri saya sebenarnya inginkan saat itu. Saya sedang ingin memanfaatkan momen skripsi ini sebagai momen untuk saya juga bermanfaat, berkontribusi terhadap banyak orang.

Setelah membulatkan hati dan tekad, dengan segenap usaha meyakinkan para dosen agar judul yang saya ajukan ini diterima. Alhamdulillah akhirnya kabar baik datang, karena judul yang saya ajukan diterima di kali kedua. Setelah sebelumnya di tolak dengan alasan pemanfaatan teknologi yang tidak sesuai dengan jurusan yang saya ambil. Tapi apapun yang telah terjadi, bahagia saya di mulai saat itu.

Sebelumnya melanjutkan cerita, saya adalah mahasiswi (2 tahun lalu) di UIN Alauddin Makassar jurusan Sistem Informasi. Saya adalah mahasiswa yang bukan memiliki ketertarikan di dunia IT, melainkan di dunia kesehatan. Dengan cita yang bulat dan penuh tekad sejak remaja, sejak saat itu saya memutuskan untuk menjadi seorang Dokter. Namun seringkali takdir selalu punya ceritanya sendiri, setelah mengikuti serangkaian tes akhirnya saya dilabuhkan pada jurusan Sistem Informasi. Tapi tidak mengapa.

Merujuk dari passion saya, akhirnya penyelesaian skripsi saya sudah tentu di bidang kesehatan. Jodoh memang pasti bertemu ya ! Pucuk di cinta ulam pun tiba. Suatu hari saya dipertemukan seorang dokter yang juga teman baik saya, beliau menceritakan keresahannya tentang banyaknya pasien (baca : ibu menyusui) yang tidak sukses memberikan ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI. Pikirku saat itu, lah kan ada buku panduan dari pemerintah, berarti sudah ada fasilitas pembelajarannya.

Namun setelah kutelisik lebih dalam, nyatanya permasalahan ini cukup pelik. Angka gizi buruk dan gizi kurang semakin naik dari hari ke hari. Sejumlah negara di Asean, termasuk Indonesia, menghadapi masalah gizi buruk pada anak-anak. Laporan bersama dari UNICEF, WHO dan ASEAN menyatakan sebagian anak mengalami obesitas, sedangkan anak-anak lainnya mengalami hambatan pertumbuhan dan kekurangan berat badan. Hal ini terjadi karena kesalahan pola pemberian makan. Tentunya di masa kali pertama anak mengenali makanan di masa pemberian makanan pendamping ASI, di masa ini seorang ibu dengan segenap usaha harus mengenalkan ragam jenis makanan untuk mengejar pertumbuhan karena inilah pondasi pola makan yang akan di bawah seorang anak saat dewasa nanti. Lantas bagaimana bila salah memberi makan di momen itu?

Pada dasarnya tentu setiap ibu ingin memberi yang terbaik untuk buah hatinya. Namun bagaimana bila sang ibu tak tahu? Keterbatasan media edukasi kuncinya.
Sembari melihat peluang yang ada, dengan melihat tren teknologi dan pengguna internet di Indonesia yang menanjak tajam, sekitar 132 juta penduduk menggunakan internet menurut APJII.
Dari situlah karya saya bermula. Kuberi nama Ibu Pintar. Sebuah media edukasi tentang ASI ekslusif dan makanan pendamping ASI berbasis Android.

Sebuah karya sederhana dari saya perempuan muda Indonesia untuk segenap perempuan Indonesia pula. Saya berharap Ibu Pintar menjadi kontribusi nyata untuk Indonesia. Karena mendidik perempuan adalah mendidik generasi. Generasi yang cemerlang bermula dari pondasi yang kokoh. Dari seorang perempuan yang dimandat menjadi malaikat sandaran hati jiwa tak berdosa yang lahir ke dunia. Sebut saja dia, Ibu. Menjadi ibu terbaik, bukan sekedarnya saja. Karena pendidikan menjadi ibu tidak pernah ditemui di bangku sekolah. Belajar tanpa henti tentu menjadi kuncinya.

Kita memang tidak sama. Saya bukanlah dokter. Akan tetapi kita kerja sama. Saya punya kemampuan di bidang teknologi, yang dengannya lahir ibu pintar untuk sama sama bekerja sama mendampingi ibu sepenuh hati di masa yang sudah tentu tak bisa terulang. Kamu bisa lihat Ibu Pintar melalui link di bawah ini ya,

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.mybaim.andimuzdalifah.baim

Komentar

Postingan Populer