"Mendobrak pradigma berpikir generasi muda dalam meretas permasalahan pendidikan di Indonesia"
Yang terhormat Bapak Dosen
Pembimbing
Yang saya banggakan teman-teman
seperjuangan di Sistem Informasi
Serta hadirin sekalian yang saya
hormati
Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Segala
puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya,
kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan
amalan-amalan kita. Barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang
dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan , maka tidak ada
yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad SAW adalah hambah dan Rasul-Nya. Amma ba’du.
Hadirin
yang berbahagia,
Dengan
semangat dan semarak bulan pendidikan, saya akan membawakan sebuah pidato
dengan judul "Mendobrak Paradigma Berpikir Generasi Muda
Dalam Meretas Permasalahan Pendidikan di Indonesia". Generasi muda, sebut
sajalah mereka pemuda . mereka bagaikan sinar mentari disiang hari. Sinarnya
sangatlah terik di puncak tertinggi langit dengan sinar yang sangatlah terang.
Seperti itulah generasi muda bila saya mendefinisikannya. Pemuda yang tak
pernah redup semangatnya, senantiasa berkobar dan menyala-nyala dalam
berkehendak. Sehingga seringkali mereka mengambil keputusan sepihak yang
terkadang merugikan pihak lain. Namun, acap kali terkadang mereka bak
sekumpulan pahlawan yang menjadi sosok pemenang di medan perang tatkala
berhasil dalam menjalankan misinya. Contoh kecil saja dalam cerita masa lalu, saat
presiden Soeharto lengser dari jabatannya, ini semua berkat para pemuda yang
berkobar semangatnya dalam meretas penindasan tatkala itu.
Hadirin sekalian yang
saya hormati,
Bila kita kaitkan pendidikan dalam pembahasan kepemudaan
tadi, dapat kita melihat bahwa sosok pemuda juga hadir dalam memperjuangkan
eksistensi pendidikan, terkhusus di negara kita Indonesia. Misalnya, saat
penjajahan Belanda. Rakyat Indonesia tidak boleh belajar seperti kaum
bangsawan. Rakyat Indonesia hanya bekerja untuk para penjajah. Namun dengan
semua penindasan ini, para pemuda bangsa maju dengan gagahnya mengangkat bambu
runcing menandakan perlawanan terhadap segala penindasan. Para pemuda diseluruh
pelosok negeri beramai-ramai melawan para penindas sehingga atas usahanya dengan
izin Allah subhanahu wa ta’ala dapat kita rasakan, apa yang mereka
perjuangkannya dahulu.
Hadirin sekalian,
Pendidikan
memang merupakan sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan modal
pengetahuan sebagai modal utama dalam meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan
bangsa, serta meningkatkan harkat dan martabat sekaligus untuk membangun
peradaban yang unggul. Dengan perannya yang sangat penting itu, kita harus
membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat, mulai dari jenjang pendidikan
anak usia dini sampai pendidikan tinggi. Segala macam hambatan
terhadap akses tersebut, mulai hambatan sosial ekonomi, budaya, atau
kewilayahan, harus dikurangi atau dihilangkan.
Namun
dibalik semua itu, tahukah kita bahwa dibalik indahnya kilas perjuangan para
pemuda terdahulu, ternyata begitu banyak pelik permasalahan yang muncul dan
bisa kita lihat sekarang. Anak-anak yang setianya beramai-ramai meramaikan
koridor sekolah,atau bus sekolah, ataupun berserakan lari dimana-mana saat
menunggu guru datang. Namun ternyata ada sebagian anak-anak yang harus
beramai-ramai memadati jalan raya saat jalan macet. Mengetuk kaca jendela mobil
para petinggi, demi memenuhi sesuap nasi untuknya dan keluarganya. Ada yang
simpatik, juga ada yang acuh tak acuh. Itu baru satu contoh kecil yang bisa
saya deskripsikan, sebab pemandangan seperti itu bukanlah pemandangan asing
lagi. Melainkan pemandangan yang tiap hari kita temui.
Hadirin
sekalian yang saya hormati,
Masalah
pendidikan
adalah masalah yang benar-benar harus diselesaikan. Dikarenakan Indeks
Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di
Indonesia selalu mengalami penurunan tiap tahunnya. Pada tahun 2011 Indonesia
berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot 4 posisi bila dibandingkan
dengan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang dikeluarkan pada
tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah bila dibandingkan dengan Brunei
Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65). Salah satu
faktor yang menyebabkan rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah
anak yang putus sekolah. Kurang lebih ada setengah juta anak usia sekolah dasar
(SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) yang tidak dapat
melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta
anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang
putus sekolah. Miris bukan? Bila para hadirin sekalian mendengar apa yang
sebelumnya saya jelaskan. Ini bukan bualan semata, ini merupakan PR kita
masing-masing individu pada tiap segmen masyarakat khususnya para pemuda dalam
menyikapi permasalahan ini.
Hadirin
sekalian,
Akan
tetapi, saya sangat mengapresiasi dengan banyaknya komunitas yang bergerak
dibidang pendidikan, khususnya pendidikan bagi kalangan miskin mulai banyak
bemunculan. Mereka menamakan dirinya dalam ragam nama komunitas. Ada yang
menamakan dirinya, Kelas tanpa batas atau sekolah KAMI (Komunitas anak miskin),
ada juga KPAJ (Komunitas para anak jalanan), Kelas Inspirasi dan masih banyak
yang lain. Bisa kita melihat sudah ada pemuda saat ini, yang mau merubah
paradigma berpikirnya dengan melakukan hal kecil namun sangat bermnafaat dan
lebih efektif dalam memecahkan masalah pendidikan yang ada saat ini ketimbang
harus berkoar-koar dijalan yang hany justru menambah masalah baru.
Hadirin
sekalian yang saya hormati,
Hingga
saat ini, perhatian pemerintah kita akan masalah pendidikan masih sangat minim.
Fakta ini merupakan kesimpulan dari beragamnya masalah pendidikan yang makin
rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya
pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Pendidikan yang buruk
itu akan berdampak besar pada negara kita, yang mana cepat atau lambat negara
kita akan terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata
alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan
kabupaten.
Hadirin
sekalian yang saya banggakan,
Kondisi
ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah
minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka.
Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena
itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam
dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, nantinya akan terjadi
sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah-olah sekolah hanya
milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk
bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah
mengenai beasiswa sangatlah minim. Sekolah-sekolah gratis di Indonesia
seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi,
kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik
dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah
gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala
sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan
,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat
memprihatinkan.”
Hadirin
sekalian yang berbahagia,
Itulah
tadi gambaran singkat mengenai realitas pendidikan di Indonesia saat ini serta
peran pemuda dalam meretas permasalahan pendidikan, walau masih dalam cakupan yang
kecil. Sepatutnya kita harus sadar akan hal tersebut. Semoga kita senantiasa
menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Salam
pendidikan !
Wassalamualikum warahmatullahi wabarakaatuh
Komentar